Pertanyaan itu sudah berkali-kali mampir di telinga kami. Kadang datangnya dari tetangga, kadang dari keluarga, bahkan pernah juga dari orang yang baru saya temui. Yang membuat lucu, sebagian besar orang bingung dengan pekerjaan saya karena, jika mereka main ke rumah, mereka hanya melihat saya tidur di kamar, bangun sekadar untuk sholat, mandi, makan, lalu kembali berdiam di kamar.
Istri saya pun kadang cerita sambil tersenyum, “Tadi saya ditanya, apa kerjaan suamimu?” Pertanyaan sederhana yang justru sulit untuk dijawab, karena memang pekerjaan saya tidak familiar di mata orang awam. Kalau hanya saya jawab “pilot drone”, pasti semakin banyak yang mengernyitkan dahi.
Saya pernah ditanya polisi di sebuah polsek di Jeneponto dengan nada agak keras, “Bapak ini pekerjaannya apa?” Mungkin dikira saya wartawan atau aktivis LSM. Dengan jujur saya menjawab, “Saya juga bingung apa kerjaanku, Pak.” Hehehe.
Tapi di balik semua kebingungan orang, saya dan istri memilih untuk tertawa saja. Yang penting, penghasilan yang ada halal. Cukup untuk makan, cukup untuk kebutuhan anak-anak sekolah. Kalau Allah memberi lebih, kami usahakan untuk berbagi dengan orang lain.
Saya sangat bersyukur punya istri yang tidak pernah menuntut. Dia tidak pernah mematok harus ada uang sekian yang saya serahkan tiap bulan, bahkan tidak pernah mau tahu persis berapa penghasilan saya. Kalimatnya selalu sederhana: yang penting cukup untuk makan dan anak-anak.
Mungkin orang lain melihat kami berbeda. Kakak istri saya ASN, suami adiknya ASN, adik bungsunya juga ASN. Sisa kami berdua yang pekerjaannya tidak jelas di mata orang, padahal kami berdua sama-sama bergelar S2. Hehehe.
Namun, dalam perjalanan rumah tangga lebih dari sepuluh tahun, kami selalu punya keyakinan. Jika hari ini terasa sulit, maka besok pasti Allah datangkan kemudahan. Jika hari ini rezeki terasa sempit, besok pasti Allah ganti dengan yang lebih baik. Keyakinan itu yang membuat kami tetap tenang, tetap bersyukur, dan terus melangkah.